Senin, 12 November 2012
Senin, 05 November 2012
KABUPATEN KUDUS
Kudus merupakan kabupaten terkecil di Jawa Tengah dengan luas wilayah mencapai 42.516 Hektare. Jumlah penduduk kabupaten ini, berdasarkan hasil sensus penduduk 2010 sebanyak 777.437 orang, yang terdiri dari 383.508 laki-laki dan 393.929 perempuan.
Seks ratio Kabupaten Kudus adalah sebesar 97,35 yang artinya jumlah penduduk laki-laki 3 persen lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan. Seks ratio terbesar di Kecamatan Undaan yakni sebesar 98,69 dan yang terkecil terdapat di Kecamatan Kota Kudus yakni sebasar 94,60.
Wilayah Kabupaten Kudus berbatasan dengan Kabupaten Jepara dan Pati di sebelah utara, Kabupaten Pati di sebelah timur, Kabupaten Grobogan di sebelah selatan, dan Kabupaten Demak di sebelah barat. Kudus merupakan daerah industri dan perdagangan yang mampu menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan kontribusi besar terhadap PDRB.
Sektor industri pengolahan berperan amat dominan dalam perekonomian Kabupaten Kudus. Kontribusi sektor ini bagi PDRB Kabupaten Kudus sebesar 58,89 persen. Jumlah perusahaan di Kabupaten Kudus mencapai 13.482 perusahaan yang terkonsentrasi di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Kota, Jati, dan Kaliwungu.
Sedangkan jumlah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kudus mencapai 10.954 UMKM dengan konsentrasi bidang usaha yang berbeda-beda. Dilihat dari jenis industrinya, terdapat tiga jenis industri andalan daerah ini, yaitu industri tembakau; industri percetakan, penerbitan, dan kertas; dan industri makanan dan minuman. Industri tembakau dan rokok di kabupaten ini memang memegang peranan penting yang dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai 49.678 orang.
Letak Kabupaten Kudus di Jalur Pantai Utara Jawa Tengah mendukung berbagai sektor industri yang berkembang di wilayah ini. Wilayah terletak pada jalur transportasi yang sangat strategis, antara Jakarta-Semarang-Surabaya dan Jepara-Kudus-Solo, serta daerah Segitiga Emas yang menghubungkan Jepara-Semarang-Surabaya, sehingga mempunyai prospek yang baik di bidang industri dan perdagangan.
Jeruk Pamelo
Pari Joto
Bordir
Objek Wisata Rahtawu
Air Rejenu
1 2 3 4 ... 6 Next >>http://www.promojateng-pemprovjateng.com
Kudus merupakan kabupaten terkecil di Jawa Tengah dengan luas wilayah mencapai 42.516 Hektare. Jumlah penduduk kabupaten ini, berdasarkan hasil sensus penduduk 2010 sebanyak 777.437 orang, yang terdiri dari 383.508 laki-laki dan 393.929 perempuan.
Seks ratio Kabupaten Kudus adalah sebesar 97,35 yang artinya jumlah penduduk laki-laki 3 persen lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan. Seks ratio terbesar di Kecamatan Undaan yakni sebesar 98,69 dan yang terkecil terdapat di Kecamatan Kota Kudus yakni sebasar 94,60.
Wilayah Kabupaten Kudus berbatasan dengan Kabupaten Jepara dan Pati di sebelah utara, Kabupaten Pati di sebelah timur, Kabupaten Grobogan di sebelah selatan, dan Kabupaten Demak di sebelah barat. Kudus merupakan daerah industri dan perdagangan yang mampu menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan kontribusi besar terhadap PDRB.
Sektor industri pengolahan berperan amat dominan dalam perekonomian Kabupaten Kudus. Kontribusi sektor ini bagi PDRB Kabupaten Kudus sebesar 58,89 persen. Jumlah perusahaan di Kabupaten Kudus mencapai 13.482 perusahaan yang terkonsentrasi di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Kota, Jati, dan Kaliwungu.
Sedangkan jumlah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kudus mencapai 10.954 UMKM dengan konsentrasi bidang usaha yang berbeda-beda. Dilihat dari jenis industrinya, terdapat tiga jenis industri andalan daerah ini, yaitu industri tembakau; industri percetakan, penerbitan, dan kertas; dan industri makanan dan minuman. Industri tembakau dan rokok di kabupaten ini memang memegang peranan penting yang dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai 49.678 orang.
Letak Kabupaten Kudus di Jalur Pantai Utara Jawa Tengah mendukung berbagai sektor industri yang berkembang di wilayah ini. Wilayah terletak pada jalur transportasi yang sangat strategis, antara Jakarta-Semarang-Surabaya dan Jepara-Kudus-Solo, serta daerah Segitiga Emas yang menghubungkan Jepara-Semarang-Surabaya, sehingga mempunyai prospek yang baik di bidang industri dan perdagangan.
Jeruk Pamelo
Jumat, 10 Peb 2012
Ketika ada menjumpai buah jeruk pamelo,
ingatan anda akan tertuju pada jeruk bali, karena sepintas bentuk,
ukuran dan warna cukup mirip. Bedanya, pada ujung tandannya lebih
menonjol, dibanding dengan jeruk bali. Selain itu, rasa buahnya juga
lebih manis, sehingga layak ...
Pari Joto
Jumat, 10 Peb 2012
Selain menjadi salah satu lumbung padi di wilayah Jateng, Kudus juga memiliki tanaman
khas berupa parijoto yang buahnya berkhasiat untuk memperlancar proses persalinan seseorang. Buah parijoto yang berbentuk bulat dengan warna merah keungu-unguan dan bagian ...
khas berupa parijoto yang buahnya berkhasiat untuk memperlancar proses persalinan seseorang. Buah parijoto yang berbentuk bulat dengan warna merah keungu-unguan dan bagian ...
Bordir
Jumat, 10 Peb 2012
Bordir merupakan jenis kerajinan dari kain
yang diukir dengan menggunakan benang, untuk dijadikan sebagai bahan
pakaian dengan nilai seni tinggi. Kerajinan bordir Kudus telah menjadi
salah satu ciri khas untuk daerah ini. Desa Padurenan, Kecamatan Gebog,
Kudus, bahkan ...
Objek Wisata Rahtawu
Jumat, 10 Peb 2012
Satu lagi wisata alam yang ditawarkan lereng
Gunung Muria di wilayah Kabupaten Kudus, yakni objek wisata Rahtawu.
Objek wisata alam yang berjarak sekitar 20 kilometer dari pusat kota
Kudus ini menawarkan perpaduan antara keindahan wisata alam pegunungan
dan wisata ...
Air Rejenu
Jumat, 10 Peb 2012
Objek wisata yang satu ini, terletak di atas
objek air terjun Montel. Tepatnya di Japan Utara yang dikenal dengan
Rejenu. Untuk mencapai lokasi, anda tidak perlu berjalan kaki karena
sudah tersedia jasa ojek dengan tarif yang cukup terjangkau dengan jarak
tempuh ...
1 2 3 4 ... 6 Next >>http://www.promojateng-pemprovjateng.com
Kudus Tetapkan Enam Desa Wisata
Kudus, 18/1 (ANTARA) - Enam desa di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, ditetapkan menjadi desa wisata, karena memiliki potensi yang mendukung.
"Keenam desa tersebut, yakni Desa Jepang (Kecamatan Mejobo), Loram (Kecamatan Jati), Padurenan (Gebog), dan Colo (Dawe), Wonosoco (Undaan), Kauman (Kota)," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kudus Hadi Sucipto melalui Kepala Bidang Pariwisata Sancaka Dwi Supani di Kudus, Rabu.
Ia mengatakan, keenam desa tersebut, tinggal menunggu surat keputusan (SK) bupati tentang status masing-masing desa sebagai desa wisata.
Sedangkan desa lain yang dikembangkan menjadi desa wisata, yakni Desa Kaliwungu (Kecamatan Kaliwungu), Terban dan Hadipolo (Jekulo), Kajar (Dawe), Rahtawu (Gebog), serta Purworejo (Bae).
Desa yang ditetapkan menjadi desa wisata tersebut, katanya, harus memenuhi sejumlah persyaratan.
Di antaranya, memiliki akses jalan yang memadai, penyediaan fasilitas 'homestay' bagi wisatawan mancanegara yang berkunjung ke desa setempat, dan memiliki aktivitas kegiatan di bidang kerajinan maupun kesenian.
Selain itu, lanjut dia, desa wisata juga harus memiliki potensi wisata lokal yang dirayakan setiap setahun sekali.
Pengembangan desa wisata merupakan tindak lanjut dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri untuk memberdayakan masyarakat di bidang wisata.
"Masyarakat diharapkan bisa mandiri dengan mengembangkan potensi wisata yang ada, sehingga bisa mendongkrak perekonomian masyarakat sekitar," ujarnya.
Meski demikian, dia menargetkan, pengembangan desa wisata di Kudus tidak harus bergantung pada bantuan pemerintah, melainkan swadaya masyarakat.
Pada tahap awal, pengembangan desa wisata masih tetap membutuhkan dana stimulan, terutama kegiatan tahunan di masing-masing desa dalam menampilkan atraksi seni.
"Kami juga berencana melatih sejumlah warga tentang pengemasan cendera mata lokal yang layak dijual, seperti potensi batu yang dimiliki oleh Desa Terban," ujarnya.
Selain itu, kata dia, masyarakat juga perlu dididik tata cara memperlakukan wisatawan dan pembinaan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di masing-masing desa setempat.
Khusus untuk Desa Jepang, katanya, sudah mendapatkan bantuan dari Provinsi Jateng, berupa dua kios untuk memasarkan produk lokal desa setempat, sekaligus menjadi tempat pameran untuk proses pembuatan kerajinan yang menjadi andalan desa setempat.
Bupati Kudus Musthofa ketika menghadiri ritual air "salamun" atau air keselamatan untuk mendapatkan berkah di Desa Jepang, Kecamatan Mejobo, Selasa (17/1) mendeklarasikan Desa Jepang sebagai desa wisata di Kudus.
"Kami berharap, kepala desa dan masyarakat setempat juga mendukung dengan menjaga lingkungan sekitar tetap bersih dan selalu bersikap ramah terhadap setiap pengunjung serta tidak mengurangi adat kebiasaan masyarakat," ujarnya.
Ia berharap, masyarakat juga bisa meningkatkan kualitas produk lokal agar bisa bersaing hingga tingkat nasional.
SITUS PATI AYAM
Situs Patiayam
merupakan salah satu obyek wisata bernuansa purbakala yang terdapat di
Kudus, tepatnya di Desa Terban, di salah satu bukit gunung Muria.
Sebagai tempat yang mengandung fosil seperti diketahui bahwa gunung
Muria dahulu bergabung dengan pulau Jawa hanya selama zaman glasial,
yaitu sewaktu air laut surut. Dan sekarang bergabungnya gunung Muria
dengan pulau Jawa adalah karena adanya pelumpuran di sepanjang daratan
Semarang-Rembang. Di kaki selatan gunung Muria, terbentuk suatu pusat
erupsi yang tersendiri yaitu Patiayam. Di daerah tersebut ditemukan
endapan vulkano-sedomenter yang banyak mengandung fosil vertebrata yang
berumur kurang lebih sekitar 800.000 tahun.
Patiayam
berada di salah satu bukit gunung Muria, yaitu gunung Slumpit, terdapat
konkresi breksi vulkanik yang diikuti oleh puluhan materi pasir dan
lempung tufaan. Situs tersebut tak lain merupakan endapan purba hasil
letusan gunung Muria. Fosil-fosil yang berhasil ditemukan pada situs ini
adalah sisa-sisa manusia purba Homo Erectus berupa 1 buah gigi
prageraham bawah dan 7 buah pecahan tengkorak manusia, yang diternukan
oleh Dr. Yahdi Yain dari Geologi ITB Bandung pada tahun 1979. Temuan
lainnya berupa tulang belulang binatang purba antara lain : Stegodon
trigonochepalus (gajah purba), Elephas sp (sejenis Gajah), Rhinoceros
sondaicus (badak), Bos banteng (sejenis banteng), Crocodilus, sp
(buaya), Ceruus zwaani dan Cervus/Ydekkeri martim (sejenis Rusa)
Corvidae (Rusa), Chelonidae (Kura-Kura), Suidae (Babi Hutan), Tridacna
(Kerang laut), dan Hipopotamidae (Kudanil). Fosil-fosil yang ditemukan
di situs Patiayam ini memiliki keistimewaan, yaitu sebagian situs yang
ditemukan bersifat utuh.
Namun
walaupun begitu, menurut pemaparan Tim Balar, perawatan terhadap benda
bersejarah tersebut hingga saat ini masih kurang optimal terutama karena
belum tersedia tempat penyimpan berbagai benda itu secara memadai.
Sebagian benda itu, katanya, disimpan di kantor dinas terkait dan lainnya di rumah warga yang disewa untuk penyimpanan sementara waktu.
Sebagian benda itu, katanya, disimpan di kantor dinas terkait dan lainnya di rumah warga yang disewa untuk penyimpanan sementara waktu.
Oleh
karena itu, diharapkan pemerintah daerah bisa memberikan solusi untuk
memecahkan masalah ini, demi kelangsungan Situs Patiayam agar bisa
setara dengan situs-situs purbakala lainnya seperti Situs Purbakala
Sangiran dan Cipari.
Menggali Potensi Pariwisata Untuk Meningkatkan Perekonomian Daerah
Tujuan dari kebijakan
desentralisasi dan otonomi daerah adalah meningkatkan kesejahteraan
rakyat melalui peningkatan pelayanan kepada masyarakat, pemberdayaan
masyarakat, dan peningkatan daya saing daerah. Tujuan pelaksanaan
otonomi daerah ini harus menjadi fokus kebijakan Pemerintah Daerah dalam
seluruh proses penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Bagi Pemerintah Daerah Kota, upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat perkotaan akan lebih difokuskan pada pengembangan perekonomian daerah dalam bidang industri, perdagangan, dan jasa, karena keterbatasan potensi pertanian dalam wilayah perkotaan. Dalam hal ini, dibutuhkan kreativitas dan inovasi dari setiap Pemerintah Daerah Kota, terutama dalam mendorong sektor swasta untuk mengembangkan sektor industri, perdagangan dan jasa, yang dapat menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Upaya pengembangan perekonomian daerah dimaksud harus senantiasa mengindahkan ketentuan hukum yang berlaku, karena perilaku kreativitas dan inovatif biasanya bersifat "terobosan (breakthrough)", dapat saja melenceng dari ketentuan peraturan perundangan. Meskipun secara akademik, setiap Kepala Daerah memiliki diskresi kewenangan yang disebut "Freies Ermessen", yakni kebebasan bertindak atau mengambil keputusan bagi pejabat publik berdasarkan pendapat sendiri karena adanya kekosongan ketentuan hukum tata negara, namun diskresi kewenangan ini tidak menjadi alasan penyimpangan terhadap koridor hukum yang berlaku. Oleh karena itu, Kementerian Dalam Negeri senantiasa mendorong Pemerintah Daerah untuk berkreativitas dan berinovasi, namun harus tetap dalam koridor hukum yang berlaku.
Upaya pengembangan perekonomian daerah, yang perlu mendapat perhatian Pemerintah Daerah adalah penyediaan prasarana dan sarana transportasi untuk memudahkan mobilitas antar wilayah. Kondisi transportasi perkotaan pada sejumlah daerah di Indonesia saat ini menunjukkan keadaan yang memprihatinkan, karena selain tingginya tingkat kemacetan lalu lintas terutama pada ibukota Provinsi, juga masih terbatasnya infrastruktur jalan dan jembatan yang dapat menghambat mobilitas manusia dan barang antar wilayah. Untuk itu, Pemerintah Daerah Kota untuk memfokuskan kebijakan daerah pada upaya peningkatan penyediaan prasarana dan sarana transportasi wilayah bagi kepentingan masyarakat dan pengembangan perekonomian daerah.
Menurut laporan World Trade Organization (WTO), secara akumulatif, sektor pariwisata mampu mempekerjakan sekitar 230 juta lapangan pekerjaan dan memberikan kontribusi ratusan milyar dollar terhadap perekonomian di berbagai negara.
Kita pernah mengalami masa emas perkembangan pariwisata. Pada Tahun 1995, sektor pariwisata sempat menjadi sektor penghasil devisa terbesar, dengan perolehan devisa sekitar 15 milyar dollar AS, ketika ekspor kayu, tekstil, dan migas mengalami penurunan. Namun pasca tahun 1998, sektor ini mengalami penurunan yang cukup signifikan sebagai dampak gejolak sosial politik dalam negeri, sehingga kunjungan wisatawan manca negara menurun drastis. Selain itu, peristiwa terorisme, Flu Burung, dan gangguan keamanan dalam negeri, turut berimplikasi terhadap menurunnya jumlah wisatawan mancanegara, termasuk adanya kebijakan travel warning dari beberapa negara untuk berkunjung ke Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada Tahun 2010, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia dari 20 pintu masuk, sejumlah 7 juta jiwa (naik sekitar 10,74 % dibandingkan tahun sebelumnya), dengan rata-rata tinggal selama 7-8 hari dan rata-rata pengeluaran sejumlah kurang lebih 995 US$ (tahun 2009). Data ini menunjukkan bahwa dalam perspektif pembangunan nasional, sektor pariwisata memiliki kontribusi bermakna bagi peningkatan Pendapatan Domestik Bruto (PDB), terutama bila dikaitkan dengan Sektor Perhotelan Dan Restoran.
Kerjasama sinergis antara Pemerintah Daerah, pihak swasta, dan masyarakat dalam mengembangkan sektor pariwisata di daerah, agar dapat terwujud manajemen kepariwisataan yang baik pada seluruh bidang pendukung, sehingga dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap daya tarik wisatawan, yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan asli daerah, pendapatan masyarakat, dan berkontribusi pula terhadap peningkatan devisa negara.
Peran dan kontribusi sektor swasta harus terus didorong dan difasilitasi dalam pengembangan pariwisata, karena selama ini hampir sebagian besar obyek pariwisata dikelola oleh Pemerintah Daerah. Di suatu provinsi misalnya, lebih dari 90% obyek pariwisata dikelola oleh Pemerintah Daerah. Hal ini akan mengakibatkan tingginya tingkat ketergantungan manajamen obyek wisata terhadap alokasi dana APBD. Padahal dalam mengefektifkan manajemen kepariwisataan, diperlukan pemahaman yag tepat mengenai aktivitas ekonomi pasar dari para pemangku kepentingan lainnya, yaitu dunia usaha dan masyarakat.
Pemerintah Daerah perlu memberikan perhatian khusus untuk meningkatkan keberhasilan sektor pariwisata, antara lain dengan mengalokasikan dana APBD yang proporsional untuk membiayai pembangunan infrastruktur kepariwisataan (seperti jalan, listrik, dan telekomunikasi), memfasilitasi masyarakat dan pihak swasta dalam mengelola potensi wisata (seperti wisata budaya dan wisata alam), serta promosi dan pemasaran potensi wisata yang ada di daerah.
Sinergi tiga pilar manajemen kepariwisataan, yakni Pemerintah Daerah, pihak swasta, dan masyarakat, merupakan kekuatan utama dalam meningkatkan perkembangan sektor kepariwisataan di daerah. Kelemahan peran dari salah satu pilar, akan sangat menghambat upaya pengembangan kepariwisataan.
Bagi Pemerintah Daerah Kota, upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat perkotaan akan lebih difokuskan pada pengembangan perekonomian daerah dalam bidang industri, perdagangan, dan jasa, karena keterbatasan potensi pertanian dalam wilayah perkotaan. Dalam hal ini, dibutuhkan kreativitas dan inovasi dari setiap Pemerintah Daerah Kota, terutama dalam mendorong sektor swasta untuk mengembangkan sektor industri, perdagangan dan jasa, yang dapat menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Upaya pengembangan perekonomian daerah dimaksud harus senantiasa mengindahkan ketentuan hukum yang berlaku, karena perilaku kreativitas dan inovatif biasanya bersifat "terobosan (breakthrough)", dapat saja melenceng dari ketentuan peraturan perundangan. Meskipun secara akademik, setiap Kepala Daerah memiliki diskresi kewenangan yang disebut "Freies Ermessen", yakni kebebasan bertindak atau mengambil keputusan bagi pejabat publik berdasarkan pendapat sendiri karena adanya kekosongan ketentuan hukum tata negara, namun diskresi kewenangan ini tidak menjadi alasan penyimpangan terhadap koridor hukum yang berlaku. Oleh karena itu, Kementerian Dalam Negeri senantiasa mendorong Pemerintah Daerah untuk berkreativitas dan berinovasi, namun harus tetap dalam koridor hukum yang berlaku.
Upaya pengembangan perekonomian daerah, yang perlu mendapat perhatian Pemerintah Daerah adalah penyediaan prasarana dan sarana transportasi untuk memudahkan mobilitas antar wilayah. Kondisi transportasi perkotaan pada sejumlah daerah di Indonesia saat ini menunjukkan keadaan yang memprihatinkan, karena selain tingginya tingkat kemacetan lalu lintas terutama pada ibukota Provinsi, juga masih terbatasnya infrastruktur jalan dan jembatan yang dapat menghambat mobilitas manusia dan barang antar wilayah. Untuk itu, Pemerintah Daerah Kota untuk memfokuskan kebijakan daerah pada upaya peningkatan penyediaan prasarana dan sarana transportasi wilayah bagi kepentingan masyarakat dan pengembangan perekonomian daerah.
Menurut laporan World Trade Organization (WTO), secara akumulatif, sektor pariwisata mampu mempekerjakan sekitar 230 juta lapangan pekerjaan dan memberikan kontribusi ratusan milyar dollar terhadap perekonomian di berbagai negara.
Kita pernah mengalami masa emas perkembangan pariwisata. Pada Tahun 1995, sektor pariwisata sempat menjadi sektor penghasil devisa terbesar, dengan perolehan devisa sekitar 15 milyar dollar AS, ketika ekspor kayu, tekstil, dan migas mengalami penurunan. Namun pasca tahun 1998, sektor ini mengalami penurunan yang cukup signifikan sebagai dampak gejolak sosial politik dalam negeri, sehingga kunjungan wisatawan manca negara menurun drastis. Selain itu, peristiwa terorisme, Flu Burung, dan gangguan keamanan dalam negeri, turut berimplikasi terhadap menurunnya jumlah wisatawan mancanegara, termasuk adanya kebijakan travel warning dari beberapa negara untuk berkunjung ke Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada Tahun 2010, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia dari 20 pintu masuk, sejumlah 7 juta jiwa (naik sekitar 10,74 % dibandingkan tahun sebelumnya), dengan rata-rata tinggal selama 7-8 hari dan rata-rata pengeluaran sejumlah kurang lebih 995 US$ (tahun 2009). Data ini menunjukkan bahwa dalam perspektif pembangunan nasional, sektor pariwisata memiliki kontribusi bermakna bagi peningkatan Pendapatan Domestik Bruto (PDB), terutama bila dikaitkan dengan Sektor Perhotelan Dan Restoran.
Kerjasama sinergis antara Pemerintah Daerah, pihak swasta, dan masyarakat dalam mengembangkan sektor pariwisata di daerah, agar dapat terwujud manajemen kepariwisataan yang baik pada seluruh bidang pendukung, sehingga dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap daya tarik wisatawan, yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan asli daerah, pendapatan masyarakat, dan berkontribusi pula terhadap peningkatan devisa negara.
Peran dan kontribusi sektor swasta harus terus didorong dan difasilitasi dalam pengembangan pariwisata, karena selama ini hampir sebagian besar obyek pariwisata dikelola oleh Pemerintah Daerah. Di suatu provinsi misalnya, lebih dari 90% obyek pariwisata dikelola oleh Pemerintah Daerah. Hal ini akan mengakibatkan tingginya tingkat ketergantungan manajamen obyek wisata terhadap alokasi dana APBD. Padahal dalam mengefektifkan manajemen kepariwisataan, diperlukan pemahaman yag tepat mengenai aktivitas ekonomi pasar dari para pemangku kepentingan lainnya, yaitu dunia usaha dan masyarakat.
Pemerintah Daerah perlu memberikan perhatian khusus untuk meningkatkan keberhasilan sektor pariwisata, antara lain dengan mengalokasikan dana APBD yang proporsional untuk membiayai pembangunan infrastruktur kepariwisataan (seperti jalan, listrik, dan telekomunikasi), memfasilitasi masyarakat dan pihak swasta dalam mengelola potensi wisata (seperti wisata budaya dan wisata alam), serta promosi dan pemasaran potensi wisata yang ada di daerah.
Sinergi tiga pilar manajemen kepariwisataan, yakni Pemerintah Daerah, pihak swasta, dan masyarakat, merupakan kekuatan utama dalam meningkatkan perkembangan sektor kepariwisataan di daerah. Kelemahan peran dari salah satu pilar, akan sangat menghambat upaya pengembangan kepariwisataan.
Langganan:
Postingan (Atom)